Kamis, 18 Desember 2014

Berbagi Ceria Bersama Anak-Anak Istimewa

Sidoarjo, 18  Desember 2014

Seminggu yang lalu, aku sudah ke tempat ini. Atas rekomendasi teman ibukku yang bilang bahwa di tempat ini menampung anak-anak yang 'dibuang' oleh orangtua mereka. Terdengar sadis memang. Tapi inilah kenyataannya.

Mereka ceria sekali menyambutku. Masih ingat rupanya. Aku langsung dipeluk. Sontak aku kaget. Aku bissa membayangkan wajahku yang tidak biasa. Jujur, aku sedikit takut berdekatan dengan mereka. Takut kalau mereka mengancam jiwaku. Ah, ya nggaklah! :)

Aku ditemani oleh kakakku satu-satunya, mbak Dita, untuk liputan kali ini. Sebenarnya saat hari HAM Nasional aku tertarik untuk menjadikannya bahan liputan. Tapi, sekarang malah ke nuansa natal. Yap, selamat datang di Panti Sosial Bakti Luhur Sidoarjo. di Panti ini ratusan anak yang terdiri dari berbagai kebutuhan khusus ada. Setiap hari mereka mempunyai jadwal yang berbeda-beda. Aku berkesempatan untuk bermain dengan teman-teman tuna grahita hari ini. Sayang, aku agak kesiangan. Nggak bisa ikut mereka keliling jualan tempe. Tempe-tempe yang dikemas rapi dengan harga tiga ribu per bungkus itu hasil karya mereka lho. Senin dan Selasa memang jadwal mereka membuat tempe.

Sempat mendapati selangkah mereka berkeliling. Setelah itu kami masuk ke dalam ruangan. Kami akan membuat hiasan natal. Ya kami! Saya diikutkan dalam acara mereka hari ini. Kakak-kakak di sini sangat ramah dan welcome. Tidak memandang aneh jilbabku. Biasa saja.

Kami dibagi menjadi dua kelompok. Satu membuat hiasan pohon natal dari kain flanel. Satunya membuat hiasan asrama dari kertas lipat. Teman-teman di sini ada yang memang down syndrhome sejak lahir ada pula yang stres. Ditinggal orangtua pergi ke luar  negeri sejak kecil, ditinggal suami yang selingkuh dengan pembantu, dan banyak lagi. Ada satu yang sudah sembuh rupanya. Seorang ibu-ibu dengan potongan rambut mirip dora. Usianya mungkin sudah empat puluhan. Aku sadarnya ketika dia mengajak ngobrol duluan. dalam hatiku 'Lha kok ngerti? Lha kok nyambung? kok dia tau si?' eh, kata kakanya memang dia sudah sembuh.

Aku yang tadinya takut-takut mencoba untuk membaur dengan santai. Aku rangkul mereka, aku tanya-tanya, aku puji, oh dia sangat senang sekali. Kata ibu orang seperti itu jangan sekali-kali dimarahi. So, kita memang kudu ekstra sabar. Ketika suasana mulai sepi karena masing-masing sibuk dengan karya yang digarap, seorang guru pendamping meminta teman-teman untuk menyanyi di hadapan kami. Mulanya malu-malu. Padahal tadi nyanyi-nyanyi sendiri lho. Tapi, ketika dia bilang kalau aku adalah wartawan, teman-teman langsung semangat. Mereka satu-persatu maju untuk menyanyikan lagu. Kebanyakan menyanyi lagu gereja. Tentu, moment aku liput langsung. melihat tingkah mereka bercerita, curhat, menyanyi, memintaku duduk disampingnya, membuat aku tersenyum geli. Geli sekali dekat mereka. Bukan apa-apa. Aku merasakan sentuhan yang berbeda dari dunia mereka. Mereka sama dengan manusia normal yang mempunyai perasaan dan nafsu. Hanya kenikmatan akal sedikit dikurangi oleh Tuhan. Alangkah bersyukurnya aku terlahir dari sebuah keluarga yang normal, memiliki keutuhan fisik.

Memang, cara termudah untuk selalu bersyukur adalah melihat mereka yang 'dibawah' kita. Ada banyak anak yang tidak dipedulikan orang tua mereka di sini. Ada yang menderita sakit parah, keluarga peduli namun tak ada materi. Di panti ini bersedia menampung, merawat, mengobati secara sukarela. Tidak dipungut biaya. Sepasang kekasih yang kebablasan dalam membina hubunganpun, menitipkan buah hati mereka di sini. Aku yakin, secara naluri mereka tidak mungkin tega membuang anaknya. Tapi tentu mereka mempunyai alasan yang kuat di balik itu. Entah apapun alasan mereka, memang beginilah skenario hidup yang Tuhan ciptakan.

Alhamdulillahirobbil a'alamiin